DiNegara ini Terdapat Perawat Khusus Menyusui Orang Dewasa. Zonaidrweone - Di China itu di kenal memiliki cara hidup yang sedikit aneh. Satu diantaranya profesi "Perawat Basah". Memang apa sih sebenernya pekerjaan beberapa perawat ini. Anak Kecil Ini di Jatuhi Hukuman Mati Akibat HOAX. Zonaidrweone - George Stinney Jr, anak kecil KantorWilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulawesi Selatan (Sulsel) terus mendorong peningkatan kualitas layanan Orangatau anak yang menyusu kepada seorang ibu hanya akan menjadi anak sepersusuan apabila anak tersebut belum berusia 2 tahun. Jadi, meminum susu istri tidak menjadikannya mahram. Ketika saya bersama Abdullah bin Umar di kantor pengadilan, ada seorang lelaki yang mendatanginya dan bertanya mengenai hukum menyusui orang dewasa. Abdullah Fast Money. Berhubungan seksual di masa menyusui bisa menimbulkan sensasi dan tantangan tersendiriBerhubungan seksual adalah salah satu cara memuaskan hasrat biologis mama maupun papa. Mama dan pasangan akan mencoba berbagai gaya berhubungan seksual agar tidak mudah bosan. Salah satu aktivitas seksual yang kerap dilakukan adalah mengisap puting istri. Namun, berhubungan seksual di masa menyusui bisa memiliki sensasi dan tantangan tersendiri. Pasalnya, Papa bisa secara tidak sengaja maupun sengaja minum air susu mama. Lantas, bolehkah hal itu dilakukan menurut hukum islam? Seperti diketahui, Islam juga mengatur tentang gaya hubungan seksual, mulai dari apa yang boleh dilakukan, yang boleh dibicarakan, hingga manfaat dari hubungan bawah ini, rangkum ulasan seputar hukum meminum air susu istri menurut Suami boleh mengisap puting payudara istriFreepik/ memperbolehkan Mama dan Papa untuk mencoba berbagai gaya berhubungan seksual jika tujuannya adalah memenuhi kebutuhan biologis masing-masing pasangan. Itulah sebabnya, Islam juga memperbolehkan Papa mengisap puting payudara mama. Mengisap puting mama bahkan disarankan oleh beberapa ulama karena hal itu adalah salah satu cara memenuhi kebutuhan biologis mama. Selain itu, mengisap puting mama juga cara Papa menikmati hubungan seksual. Editors' Picks2. Hukum menelan dan minum air susu istriFreepik/shurkin_sonSeperti dijelaskan di atas bahwa berhubungan seksual di masa menyusui memiliki tantangan tersendiri. Papa bisa secara tidak sengaja minum atau menelan air susu mama. Islam pun mengatur hukum meminum air susu istri saat berhubungan seksual. Ada dua pendapat mengenai menelan air susu mama. Ada pendapat yang memperbolehkan, namun ada pula yang menganggapnya sebagai makruh. Makruh artinya Papa mendapatkan pahala jika melakukannya dan tidak mendapatkan dosa apabila tidak melakukannya. “Bolehkah menyusu setelah dewasa? Ada yang mengatakan tidak boleh. Karena susu termasuk bagian dari tubuh manusia, sehingga tidak boleh dimanfaatkan, kecuali jika terdapat kebutuhan yang mendesak,” bunyi fatwa Fathul Qadir 3/446. 3. Suami boleh minum air susu istri, jika . . .Freepik/wayhomestudioBerdasarkan fatwa Fathul Qadir dapat disimpulkan bahwa Papa diperbolehkan minum air susu mama apabila memiliki kebutuhan mendesak. Kebutuhan mendesak itu artinya air susu mama bisa digunakan untuk berobat atau menyembuhkan penyakit. Pendapat tersebut juga didukung oleh fatwa Al-Fatawa al-Hindiyah 5/355 yang berbunyi“Tentang hukum minum susu wanita, untuk laki-laki yang sudah baligh tanpa ada kebutuhan mendesak, termasuk perkara yang diperselisihkan ulama belakangan.”4. Minum air susu istri vs anak sepersusuanFreepik/gpointstudioPertanyaan selanjutnya adalah apakah minum air susu mama menjadikan Papa sebagai anak sepersusuan? Jawabannya adalah tidak. Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin pernah mengatakan,“Menyusui orang dewasa tidak memberi dampak apapun, karena menyusui seseorang yang menyebabkan adanya hubungan persusuan adalah menyusui sebanyak lima kali atau lebih dan dilakukan di masa anak itu belum usia disapih.”Pernyataan tersebut juga didukung oleh Fatawa Islamiyah yang menyebut,“Adapun menyusui orang dewasa tidak memberikan dampak apapun. Oleh karena itu, andaikan ada suami yang minum ASI istrinya, maka suami ini hukumnya tidak kemudian menjadi anak sepersusuannya,” Fatawa Islamiyah, 3/338.Rasulullah juga pernah bersabda bahwa anak sepersusuan memiliki arti mengisap ASI untuk menghilangkan rasa lapar. ”Sesungguhnya susuan itu hanyalah yang mengenyangkannya dari rasa lapar.” HR. Bukhori MuslimKesimpulannya adalah Papa tidak akan mendapatkan dosa apabila minum atau menelan air susu mama. Namun, sebaiknya, Papa tidak melakukannya kecuali untuk kepentingan itu, Papa masih bisa mencium atau mengisap puting mama karena hal itu bisa memenuhi kebutuhan hasrat biologis mama dan papa. Nah, itulah informasi terkait hukum meminum air susu istri menurut Islam. Semoga informasi ini bermanfaat ya, jugaWaspada! 8 Penyebab Perdarahan akibat Hubungan Seks saat KehamilanApakah Aman Jika Memakai Pelumas untuk Berhubungan Seks saat Hamil?7 Hal yang Dialami Janin saat Berhubungan Seks di Masa Kehamilan Oleh Tim kajian dakwah alhikmah – Belum lama ini, Dr. Izzat Athiyah yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir berfatwa membolehkan seorang pegawai perempuan yang berkerja berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan yang tertutup dan pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya, untuk “menyusui” teman laki-laki tersebut, dengan tujuan agar nantinya dibolehkan kholwat berduaan, dan perempuan tersebut boleh membuka jilbab dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut. Dan ketika sudah menyusui temannya tersebut, diharapkan mereka berdua segera meminta surat resmi dari pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan fitnah di kemudian hari. Fatwa tersebut mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat Islam Mesir, maka pihak Universitas memecat yang bersangkutan dari jabatannya. Bagaimana sebenarnya konsep “menyusui” dalam Islam, dan apa hukum seorang perempuan “menyusui” laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya, dan konsekuensinya apa dari “susuan” tersebut? Insya Allah dibahas dalam makalah di bawah ini. Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang berumur dua tahun ke bawah, jika menyusu kepada seorang perempuan, maka susuan tersebut menjadikannya sebagai anak susuan dari perempuan tersebut. Karena air susu pada umur tersebut akan menjadikan daging dan tulang pada anak itu. Adapun perempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut? para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat Pendapat Pertama bahwa menyusui waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri Rasullah saw, dan mayoritas ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan pendapat dari madzhab Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah. Az Zaila’i, Tabyinu Al Haqaiq 2/182 , Al Kasynawi, Ashalu al Madarik 2/ 213, As Syafi’I, Al Umm 5/ 48 , Al Bahuti, Ar Raudh Al Murabbi, hlm 515 Mereka berdalil dengan firman Allah swt “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” QS al Baqarah 223 Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua tahun, sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa menyebabkan terjadinya mahram. Begitu hadits Aisyah ra, bahwasanya ia berkata “Nabi saw menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang pemuda. Beliau bertanya “Wahai Aisyah, siapakah orang ini?” Aku menjawab “Ia saudara sesusuanku”. Beliau bersabda “Wahai Aisyah teliti lagi, siapa sebenarnya yang menjadi saudara-saudara kalian yang sebenarnya, karena sesusuan itu terjadi karena kelaparan.” HR Bukhari no 2453 Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan yang menyebabkan seseorang menjadi mahram adalah susuan karena lapar maja’ah yaitu pada waktu kecil. Ibnu al Atsir 544 H- 606 H, an Nihayah fi Gharib al Hadist wa al Atsar, Mekkah, Dar Al Baaz, 1/316 . Oleh karenanya Rasulullah saw tidak senang melihat Aisyah bersama laki-laki yang barangkali bukan satu susuan waktu kecil. Ibnu Qayyim, Zaad al Ma’ad 5/516. Dikuatkan juga dengan hadist Ummu Salamah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda “Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali susuan yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih.” HR Tirmidzi, dan beliau berkata ; Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan sahabat Nabi saw dan yang lainnya; bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan tidaklah menjadikan seseorang menjadi muhrim bagi yang menyusuinya kecuali jika susu tersebut bisa membuka usus anak yang masih kecil, sehingga bisa menumbuhkan daging dan membesarkan tulang. Dan ini terjadi ketika anak masih kecil, yaitu ketika belum disapih. Lafadh “ats Tsadyi “ puting payu dara tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus dengan cara manual sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan menghisap puting payudara ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika anak sedang menyusui. Sebagaimana orang Arab sering mengatakan fulan meninggal di puting payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur situ, bisa dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu seorang perempuan dari botol, maka bayi tersebut telah menjadi anak susuannya secara sah. Ibnu al- Arabi, Aridhatu al Ahwadzi 5/ 97, Al Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1990, cet ke – 1, Juz 4/ 263 Pendapat Kedua bahwa menyusui waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah pendapat Aisyah ra, dan madzhab Ad Dhohiriyah Ibnu Hazm, al Muhalla 10/ 17-20 Mereka berdalil dengan hadist Aisyah ra bahwasanya ia berkata “Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi saw, dia berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah ada sesuatu karena keluar masuknya Salim ke rumah, padahal dia adalah pelayannya.” Maka Nabi saw bersabda “Susuilah dia.” Dia Sahlah berkata; “Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?” Maka Rasulullah saw tersenyum sambil bersabda “Sungguh saya telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa.” HR Muslim , no 2636 Di dalam riwayat lain disebutkan “Susuilah dia, maka dia akan menjadi mahrammu.” HR Muslim, no 2638 Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan walaupun waktu dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya. Pendapat Ketiga menyatakan bahwa yang menyebabkan mahram adalah menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di waktu besar hanya menyebabkan dibolehkannya berkholwat. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, Shon’ani, dan Syaukani. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa 34/ 60, As Syaukani, Nail al Authar, Riyadh, Dar al Nafais, Juz 6/ 353, As Shon’ani, Subulu as Salam,Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1988, Cet ke -1, Juz 3/ 407. Mereka berdalil bahwa Abu Hudzifah dan Sahlah binti Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya sendiri, ketika Allah mengharamkan adopsi anak, maka Salim secara otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak boleh masuk lagi ke rumah Abu Hudzifah dan Sahlah. Keduanya merasa keberatan dan melapor kepada Rasulullah saw, maka beliau menyuruhnya untuk menyusui Salim supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali sebagaimana anaknya sendiri. Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang sepertinya. Kesimpulan Yang benar dari tiga pendapat di atas adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa menyusui di waktu besar tidak akan mengubah status seseorang yang bukan muhrim menjadi muhrim dari orang yang menyusuinya, sebagaimana yang dipegang oleh mayoritas ulama. Adapun dalil-dalil yang menguatkan pendapat ini, selain yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut Pertama Bahwa hadits Aisyah ra yang menyebutkan perintah Rasulullah saw kepada Sahlah binti Suhail untuk menyusui Salim yang sudah dewasa tersebut hanya khusus untuk Salim saja, dan tidak boleh diterapkan kepada yang lain. Dalilnya bahwa semua istri Rasulullah saw menolak pendapat Aisyah ra, sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah ra “Para istri Nabi saw enggan memberi kebebasan masuk rumah mereka bagi anak-anak yang telah dijadikan mahram karena susuan. Dan kami berkata kepada Aisyah; “ Demi Allah kami tidak melihat hal ini, kecuali hanya sekedar keringanan yang diberikan oleh Rasulullah saw khusus untuk Salim, oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang mahram kerena susuan yang boleh masuk ke rumah kami dan melihat kami.” HR Muslim, no 2641 Selain pernyataan Ummu Salamh di atas, kekhususan hadist Salim ini bisa diambil dari firman Allah swt dalam QS al Baqarah 223 , dan kedua hadist Aisyah dan Ummu Salamah tentang batasan anak yang menyusu ibunya, sebagaimana telah disebutkan oleh mayoritas ulama. Kedua Pendapat yang mengatakan bahwa hadist Salim bersifat umum, sehingga membolehkan bagi siapa saja untuk melakukan seperti apa yang dilakukan Salim, akan menimbulkan kerusakan dan fitnah, khususnya pada zaman sekarang, karena bisa saja dengan dalih hadist ini setiap perempuan yang senang kepada seorang laki-laki, dia akan menyusuinya, lalu kedua berkholwat di dalam rumah dan di tempat lain, tentunya hal seperti itu, tidak kita inginkan terjadi di masyarakat kita . Wallahu A’lam. hdyt download PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG SUSUAN ORANG YANG TELAH DEWASAOleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi,Pendapat Umum Para Ulama Tentang Susuan Orang yang Telah Dewasa Perlu diketahui , semoga Allah mengokohkan kami dan para pembaca sekalian di atas al-haq, bahwasanya masalah ini sudah diperbincangkan oleh para ulama dalam beberapa pendapat yang berbeda. Saya paparkan disini tiga di antara pendapat tersebut, karena inilah sesungguhnya inti permasalahannya. Ketiga pendapat tersebut yaitu1. Menyebabkan hubungan mahram secara mutlak 2. Tidak menyebabkan hubungan mahram secara mutlak 3. Tidak menyebabkan hubungan mahram kecuali karena kebutuhanPendapat Pertama Menyebabkan Hubungan Mahram Secara Mutlak Dalil mereka yang berpendapat seperti ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ“Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan diharamkan pula mengawini saudara perempuan sepersusuan” [An-Nisa’/4 23]Mereka mengatakan ini adalah nash yang umum yang tidak dibatasi oleh Muslim berkata dalam Shahihnya no. 1453جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرَى فِي وَجْهِ أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ وَهُوَ حَلِيفُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضِعِيهِ قَالَتْ وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيرٌ“….Sahlah bintu Suhail datang menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam katanya “Wahai Rasulullah, saya melihat sesuatu di wajah Abu Hudzaifah karena seringnya Salim -bekas budaknya- masuk ke rumah”. Kata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Susuilah dia”. Katanya “Bagaimana saya menyusuinya sedangkan dia laki-laki dewasa?”Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersenyum dan berkata “Saya tahu dia sudah besar”Amr rawi hadits menambahkan riwayatnya “Dan dia Salim ikut dalam perang Badr”Saya katakan Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa menyusui anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Ibnu Hibban, beliau mengatakan 1873, Masalah Menyusui anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi mahram meskipun dia seorang yang sudah tua sebagaimana halnya anak yang masih kecil, tidak ada perbedaan…. Kemudian beliau membantah pendapat yang menyelisihi hal ini. Lihat al-Muhalla 11/196-207.Ibnu Qudamah dalam al-Mughni 11/319, beliau berkata “Adalah Aisyah berpendapat bahwa susuan anak yang sudah besar menyebabkannya menjadi mahram. Ini diriwayatkan juga dari Atha’, Al-Laits dan Dawud”Pendapat Kedua Tidak Menyebabkan Hubungan Mahram Secara Mutlak Dalil-dalil mereka yang berpendapat seperti ini, yang pertama, dari al-Qur’anul KarimFirman Allah Subhanahu wa Ta’ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [Aal-Baqarah/2 233]dan surat lain seperti -pent Luqman/31 14, Al-Ahqof/46 15Menurut mereka, ayat-ayat ini tegas membatasi waktu penyusuan hanya dua kedua, dari as-Sunnah An-NabawiyyahRasulullah bersabda“Artinya ….Perhatikanlah olehmu siapa saudaramu itu. Hanya saja innamaa susuan itu karena rasa lapar” [HR Bukhari dalam kitab Asy-Syahadat]Rasulullah bersabda“Artinya Tidak susuan itu menyebabkan haram kecuali yang mengenyangkan usus, melalui buah dada dan sebelum disapih” [HR Ibnu Hibban, Al-Baghowi. Dishahihkan oleh syaikh Albani dalam Irwa’ 7/221 dan Shahihul Jami’ 7633]Rasulullah bersabda“Artinya Sesuatu dari susuan tidaklah mengharamkan kecuali apabila dilakukan selama dua tahun” [HR ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, Ibnu Adi, syaikh berkata -pent hadits ini shahih apalagi dengan adanya penguat yang cukup banyak]Rasulullah bersabda“Artinya Tidak ada susuan setelah masa penyapihan” [HR Abdur razaq, Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, dll, syaikh berkata -pent Hadits ini mempunyai dua jalan ……. Hadits ini lemah, namun menjadi hasan lighoirihi dengan jalan kedua ….]Secara lahiriah , dalil-dalil ini mensyaratkan bahwa yang dianggap susuan adalah anak yang usianya masih kecil. Dan ini adalah pendapat jumhur ahli ilmu. Dari sinilah munculnya perbedaan pendapat. Yang berpendapat seperti ini diantaranya1. Al-Imam at Tirmidzi 2. Al-Baghawi 3. Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’ 4. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz 5. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Abdullah Al-Fauzan 6. dll pent-D. PENDAPAT KETIGA TIDAKMENYEBABKAN HUBUNGAN MAHRAM KECUALI KARENA KEBUTUHAN Golongan yang berpendapat demikian dari para muhaqqiq di antara ahli ilmu1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Majmu’ Fatawa 34/60 Setelah menyebutkan hadits Salim maula Abi Hudzaifah, beliau berkata “Hadits ini dijadikan dalil oleh Aisyah, sedangkan para istri Nabi yang lain menolak untuk menjadikannya sebagai dalil. Padahal Aisyah juga yang meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda “Susuan itu karena rasa lapar”. Namun Aisyah melihat adanya perbedaan antara radha’ah susuan dengan sekedar taghdziyah pemberian makanan.Maka apabila tujuan itu adalah yang kedua memberi makan, jelas tidak akan menyebabkan haram menjadi haram kecuali bila dilakukan sebelum penyapihan. Dan inilah yang dinamakan penyusuan yang umum terjadi pada manusia. Adapun tujuan yang pertama, maka boleh saja kalau memang diperlukan untuk menjadikannya mahram yang haram dinikahi. Dan kadang dibolehkan karena memang dibutuhkan, dan tidak dibolehkan untuk hal-hal lain. Inilah pendapat yang lebih terarah”2. Al-Allamah Ibnul Qayyim Zaadul Ma’ad 5/593 Beliau mengatakan “Hadits Sahlah bukanlah hadits yang mansukh dihapus hukumnya, juga bukan hadits yang dikhususkan, bahkan bukan pula bersifat umum bagi setiap orang. Tapi ini adalah rukhshah keringanan karena adanya satu kebutuhan bagi orang yang sangat butuh untuk masuk menemui seorang wanita, dalam keadaan berat bagi wanita tsb utk berhijabdari laki-laki itu. Sebagaimana keadaan Salim dengan istri Abu orang dewasa seperti ini bila disusui oleh seorang waniita karena memang dibutuhkan, tentunya susuan itu memberikan pengaruh menyebabkan jadi mahram. Adapun bagi laki-laki lain, maka jelas tidak akan memberi pengaruh kecuali susuan yang masih bayi. Ini juga juga jalan yang ditempuh oleh syaikhul Islam Ibnu hadits yang yang menafikan susuan pada anak atau orang dewasa, mungkin masih merupakan hadits yang mutlak, sehingga dibatasi oleh hadits Sahlah, atau bersifat umum dalam keadaan apapun. Maka keadaan ini dikhususkan dari keumumannya. Dan ini lebih baik daripada menganggap adanya nasakh penghapusan hukum suatu dalil, atau anggapan bahwa hadits ini merupakan pengkhususan bagi orang tertentu dalam hal ini adalah Salim -pent. Bahkan ini lebih dekat dengan pengamalan, dengan mengumpulkan hadits-hadits tsb dari dua sisi. Hal ini dikuatkan pula oleh kaidah atau pedoman syariat. Wallahu muwaffiq.”3. Al-Allamah Ibnul Amir Ash-Shan’ani Subulus Salam 3/313 Beliau mengatakan “…Yang paling baik dalam menggabungkan menjama’ antara hadits Sahlah dan hadits-hadits yang bertentangan dengannya ialah pendapat Ibnu Taimiyah….”4. Al-Allamah Asy-Syaukani dalam Nailul Author 3/353-354 dan juga dalam As-Sailul Jarrar 2/469 dimana beliau mengatakan “Walhasil, hadits Salim adalah khusus bagi mereka yang dihadapkan pada kebutuhan tersebut. Juga bagi seseorang yang perlu memasukkan orang lain kepada istrinya, dalam keadaan sangat butuh untuk masuk ke rumahnya secara berulang-ulang karena satu keperluan dan kemaslahatan. Siapa yang menolaknya tanpa bukti keterangan yang jelas, berarti dia membantah Rasulullah dan syariatnya yang suci. Dan siapa yang membatasinya untuk Salim semata, berarti dia telah mendatangkan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat. Bahkan tidak sesuai dengan kaidah yang baku dalam ilmu ushul fiqh”5. Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan Ar-Raudhatun Nadiyyah Syarh ad-Durar al-Bahiyah 2/88 Beliau mengatakan “Saya menyatakan Walhasil, hadits sebelumnya hadits Salim adalah shahih. Diriwayatkan pula oleh sejumlah besar rawi, dari sejumlah besar rawi pula, pada generasi belakangan dari generasi salaf. Tidak ada satupun ahli dalam bidang ini yang mengecam hadits ini. Paling akhir, mereka menyelisihinya mengatakan bahwa hadits ini mansukh. Namun perlu dijelaskan bahwasanya kalau memang mansukh , tentulah ada bantahan terhadap Aisyah dengan alasan ini. Padahal tidak ada sama sekali nukilan dari mereka yang mengatakan demikian, sementara perselisihan dalam permasalahan ini sangat masyhur di kalangan hadits-hadits yang menyatakan tidak adanya susuan kecuali dalam masa dua tahun dan sebelum disapih, meskipun ada perbincangan di dalamnya, ternyata tidak bertentangan dengan hadits Salim. Karena hadits-hadits itu umum, sedangkan hadits Salim adalah khusus. Sedangkan yang khusus harus didahulukan daripada yang umum. Namun hadits Salim ini dikhususkan juga dengan keadaan orang-orang yang dihadapkan pada satu kebutuhan sehingga perlu menyusui orang yang sudah dewasa, sebagaimana terjadi pada Abu Hudzaifah dan istrinya, Sahlah. Disamping itu, Salim bagi keduanya sudah seperti anak sendiri. Dia tinggal di rumah mereka, dan berhijab darinya sangatlah menyulitkan keduanya. Oleh karena itulah Rasulullah memberi keringanan untuk menyusuinya bagi orang-orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti ini dan tidak ada jalan yang lain lagi…..”6. Asy-Syaikh Al-Alamah Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh rahimahullah sebagaimana dalam Ahkam Ar-Radha’ah yang dikumpulkan dan disusun oleh Abu Malik Muhammad Hamid bin Abdul WahhabBeliau pernah ditanya “Bagaimana tentang susuan orang yang sudah besar, apakah berpengaruh dan menyebabkan pengharaman menjadi mahram?”Beliau menjawab “……”Tidaklah lah mengharamkan sesuatu dari susuan kecuali apabila dilakukan selama dua tahun hadits -pent”. Inilah yang sesuai dengan mazhab Hambali dan dengan inilah fatwa menurut ahli ilmu berpendapat diakuinya susuan orang dewasa, berasalan dengan kisah Salim……….Mereka yang berpendapat tidak ada nya pengharaman yakni tidak menjadi mahram karena susuan anak yang dewasa, menjawab dengan beberapa jawaban. Diantaranya bahwa kisah Salim ini khusus baginya, sebagaimana diterangkan oleh sejumlah istri Rasulullah, ketika mereka mengatakan kepada Aisyah “Kami berpandangan bahwa ini tidak lain adalah rukhshah yang diberikan Rasulullah kepada Salim secara khusus. Dan tidak ada satu orang pun yang boleh masuk kepada kami kalau dia menyusu dengan cara seperti ini. Dan kami menganggap dia tidak boleh melihat kami”.Dua orang syaikh Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim telah mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Keduanya menerangkan bahwa kisah Salim maula Abi Hudzaifah adalah kasus yang khusus meliputi setiap keadaan yang sama seperti keadaan Sahlah dan Salim. Hukumnya sama seperti hukum yang diterapkan dalam kisah Abu Burdah yangmenyembelih qurban sebelum sholat Id dan Rasulullah berkata“Kambingmu adalah kambing daging”. Abu Burdah berkata “Wahai Rasulullah, sebetulnya saya punya kambing yang sudah berumur dua tahun” Maka beliau mengizinkan seraya mengatakan “Dan ini tidak sah bagi siapapun selain kamu” [HR Al-Bukhari]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan “Artinya tidak sah bagi siapapun sesudah keadaanmu ini”Dan dengan apa yang kami isyaratkan tadi, Syaikhul Islam dengan tegas menyebutkan dalam Al-Ikhtiyarat yaitu“Susuan anak yang dewasa tetap menyebabkan keharaman dimana akhirnya ia boleh masuk dan berkhalwat. Dan ini jika orang yang menyusu itu memang tumbuh dan terbina di rumah itu juga , dan dalam keadaan mereka sulit berhijab dari dia. Hal ini berdasarkan kisah Salim maula Abi Hudzaifah”.Dan dari yang kami paparkan ini, jelaslah jawaban pertanyaan anda. Dan nampak bahwa wanita yang anda sebutkan tidak sama keadaannya dengan keadaan Sahlah istri Abu Hudzaifah. Artinya dia tidak teruji dengan adanya seorang laki-laki yang masuk menemuinya dalam keadaan laki-laki itu tumbuh dan terbina selama ini di rumahnya. Hanya saja sekarang ini anda ingin menemukan seorang laki-laki yang anda menyusu kepada istrinya sehingga menjadi mahramnya, menurut pernyataannya. Ini tidak ucapannya tentang keadaan yang dihadapinya yaitu butuhnya dia kepada mahram dan katanya, kalau saya mati siapa yang memasukkan saya ke dalam kubur dan melepaskan ikatan saya? Maka jawabnya “Tidak masalah seorang laki-laki ajnabi non mahram memasukkan jenazah seorang wanita ke dalam kuburnya dan melepasikatan kafannya, meskipun disitu ada mahramnya. Dan taufik itu di tangan Allah”.7. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany Saya pernah bertanya kepada beliau tentang masalah ini di rumah beliau di Amman, Yordania. Jawaban beliau sama dengan jawaban saudara-saudara beliau dari kalangan ulama muhaqqiqin. Dan ini terjadi ketika saya berziarah kepada beliau di Yordania tanggal 25 Rabi’ Ats-Tsani PENULIS Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Wushabi Saya mengatakan “Yang di tahqiq oleh para ulama ini yang memilih pendapat ketiga -pent, adalah bentuk pengumpulan yang baik, mengamalkan semua nash. Dan inilah yang dimaksudkan oleh nash-nash kita berpegang dengan hadits Salim maula Abi Hudzaifah saja, tentulah kita tinggalkan nash yang lain. Kalau kita berpegang dengan hadits yang menafikan menolak, tentulah kita tinggalkan hadits Salim ini. Oleh karena itu kita harus menggabungkan antara nash-nash syariat yang ada, selama hal itu karena tidak adanya dalil yang mengkhususkan Salim, bahkan tidak pula yang me-nasakh menghapus hukumnya. Sedangkan kembali kepada al-haq adalah wajib atas setiap muslim yang mukallaf”CARA MENYUSUI ANAK YANG TELAH DEWASA Ibnu Abdil Barr mengatakan at-Tamhid 8/257“Demikianlah cara menyusui anak yang sudah besar, sebagaimana sudah disebutkan. Yaitu dengan cara dia memerah susunya kemudian meminumkannya. Adapun menghisap langsung dari puting susu ibu susunya seperti hal nya anak-anak bayi, ini tidak dibenarkan….”JANGAN IZINKAN ISTRIMU MENYUSUI LAKI-LAKI YANG RUSAK Jika memang terpaksa harus menyusui anak yang sudah besar, maka hendaklah orang yang menyusu itu adalah orang yang shalih dan bertaqwa. Bukan orang yang rusak dan jahat, karena dia akan masuk menjadi Abu Hurairah, dia berkata Rasulullah bersabdaالْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ“Seseorang dinilai agamanya dengan siapa yang jadi teman dekatnya kesayangannya. Maka perhatikan olehmu siapa yang jadi teman dekat kesayangannya” [HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dia berkata hadits hasan gharib][Disalin secara ringkas dari kitab Talkhiishul Habir fii Hukmi Rodhoo’il Kabir Hukum Menyusui Orang Dewasa – Penerbit Ar-Rayyan yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi, murid dari Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah. Diambil dari arsip milis assunnah, pengirim a_firmansyah95 Home /A7. Hukum Hanya Milik.../Pendapat Para Ulama Tentang...

hukum menyusui orang dewasa